Indikator Keberhasilan Pertanian Berlanjut dari Aspek Sosial Ekonomi

        Dalam menjalankan sistem pertanian perlu memperhatikan aspek keberlanjutan. Hal ini agar sistem pertanian yang dijalankan mampu memberikan kesejahteraan bagi petani dan tetap terjaga ketersediaannya untuk generasi masa depan. Oleh karena itu, pertanian berkelanjutan perlu untuk diterapkan secara masif dalam sistem pertanian khususnya di Indonesia. 

PENGERTIAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

        Menurut SEARCA (dalam Budiasa, 2010), secara operasional pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai sistem usahatani yang bersifat holistic approach (holistik), secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (socially acceptable), penerapannya ramah lingkungan (environmentally sound), secara ekonomi dapat memberikan keuntungan, sesuai dengan budaya masyarakat setempat sehingga dapat diterapkan dalam masyarakat (technically and culturally approach). 

KRITERIA PERTANIAN BERKELANJUTAN

        Kemudian, untuk memahami lebih lanjut terkait pertanian berkelanjutan maka perlu mengetahui kriteria pertanian dikatakan berkelanjutan. Teedapat empat kriteria pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dalam sistem pertanian (SEARCA, 2005; Sari, dkk., 2022) yakni:

  1. Berkelangsungan hidup secara ekonomi (economy viable). Artinya sistem pertanian dikatakan layak secara ekonomi ketika mampu memberikan pengembalian yang sesuai dari biaya dan tenaga kerja yang sudah dialokasikan sehingga mampu memberikan kehidupan yang layak bagi petani beserta keluarganya. Dalam hal ini, minimal hasil sistem pertanian yang dilakukan mampu memberikan pangan dan kebutuhan dasar bagi keluarga petani. 
  2. Ramah lingkungan atau ekologis dan bersahabat. Sistem pertanian yang ramah lingkungan adalah pertanian yang dapat meminimalkan adanya pencemaran atau kerusakan lingkungan. Pencemaran dikatakan optimal bukan berarti pencemaran harus nol atau tidak ada pencemaran sama sekali. Pencemaran optimal adalah ketika pencemaran yang dihasilkan masih bisa ditoleransi oleh alam sehingga tidak mengganggu kelestarian alam. 
  3. Berkeadilan sosial (socially just equitable). Artinya sistem pertanian yang dijalankan memperhatikan martabat, hak asasi tiap individu maupun kelompok, serta dapat memperlakukannya dengan adil. Ini mengarah pada adanya sistem yang memberikan kemudahan akses pada pasar, informasi, maupun usahatani lain yang terkait dengan sumber daya khususnya lahan. Dalam hal ini, akses berlaku adil sehingga tidak membedakan jenis kelamin, agama, status sosial, maupun suku. 
  4. Cocok dan sesuai secara budaya (culturally appropriate). Artinya sistem pertanian yang dilakukan harus memperhatikan aspek nilau budaya yang mencakup tradisi, pengetahuan teknis tradisional (indigenous technical knowledge), dan kepercayaan religius yang ada dalam lingkungan tersebut. Ini harus diperhatikan ketika melakukan pembangunan sistem pertanian, perencanaan, dan pelaksanaan progran pertanian. Ini menandakan bahwa dalam proses pembangunan, perlu mempertimbangkan visi dan sistem pengetahuan petani.
  5. Merupakan pendekatan sistem dan holistik/terintegrasi (systems and holistik/integrated approach). Artinya sistem pertanian yang dijalabkan harus berdasarkan ilmu pengetahuan yang holistik. Hal ini menunjukkan sistem pertanian sebagai sistem usahatani dan menggunakan pendekatan yang berkaitan erat dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan biofisik. 

INDIKATOR PERTANIAN BERKELANJUTAN

      Dalam aspek sosial ekonomi terdapat 4 indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sistem pertanian berkelanjutan.

a. Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi). 

        Dalam indikator ini, perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani dan analisis kelayakan usahatani. Untuk melakukan analisis, maka data yang diperlukan adalah biaya yang digunakan dan penerimaan  petani dari hasil usahatani. Data pendapatan yang didapatkan disebut pendapatan kotor usaha tani (Gross Farm Family Income = GFFI). Pendapatan kotor usahatani dapat diartikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya yang dikeluarkan atau explisit cost. Menurut Herdt (dalam Sari, 2022), biaya yang tidak dihitung dalam explisit cost meliputi sewa lahan milik sendiri, penyusutan, bunga modal  sendiri, dan tenaga kerja dalam keluarga. 

1. Penghitungan GFFI

        GFFI = total penerimaan - total biaya yang dibayarkan

                Penerimaan = Y. Py

                Biaya = ri.Xi

        Ket: 

        Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani (unit)

        Py = harga produksi (Rp/unit)

        ri = harga input ke-

        Xi = jumlah penggunaan input ke-i

 2. Kelayakan Usaha Secara Finansial 

                R/C Ratio = R/C

             Jika R/C > 1, maka usahatani layak secara finansial

            Jika R/C = 1, maka usahatani impas

            Jika R/C < 1, maka usahatani tidak layak secara finansial

        Hasil analisis pendapatan dan analisis kelayakan usahatani dapat digunakan sebagai indikator apakah usahatani tersebut tergolong Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi) atau tidakSistem pertanian dikatakan berkelanjutan apabila memenuhi kriteria economically viable atau usahatani layak secara finansial. 

b. Ecologically sound (ramah lingkungan)
        Dalam indikator ini, hal-hal yang perlu dianalisis adalah kualitas dan kemampuan agroekosistem dalam suatu lanskap, keberagaman biodiversitas, dan penggunaan pupuk. Sistem pertanian berkelanjutan harus memiliki kualitas dan kemampuan agroekosistem yang baik, keberagaman biodiversitas yang tinggi, dan penggunaan pupuk yang seimbang (cenderung organik). Sistem pertanian yang ramah lingkungan adalah seperti agroforestri.

c. Socially just (berkeadilan = menganut asas keadilan)
        Sistem pertanian dikatakan berkeadilan apabila pengelola usahatani (petani) mendapatkan haknya sesuai dengan yang seharusnya dan pengelola mampu menjaga keberadaan keberagaman hayati tetap proporsional sehingga ekologi di dalamnya tetap seimbang. Hal ini berkaitan dengan upaya memperhatikan martabat seluruh makhluk hidup yang perlu dihormati. Selain itu, juga adanya kemudahan dan keadilan dalam mengakses informasi pasar untuk setiap petani. 

d. Culturally acceptable (berakar pada budaya setempat)

        Sistem pertanian yang dijalankan dapat dikatakan berkelanjutan apabila dapat menyelaraskan dengan budaya setempat terkait menjaga kelestarian di dalamnya. Ini berkaitan dengan tradisi maupun kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Misalnya menerapkan Pranoto Mongso, Slametan, dan lain sebagainya. 
        Suatu sistem pertanian dapat dikatakan berkelanjutan dari aspek sosial ekonomi apabila mampu memenuhi dan sesuai dengan keempat indikator keberhasilan yang sudah dijelaskan di atas. Indikator yang harus terpenuhi adalah empat bukan hanya salah satu saja. Demi keberlanjutan pertanian di masa depan, maka perlu terus diupayakan dalam menerapkan sistem pertanian berkelanjutan yang sesuai dengan indikator yang sudah ditetapkan. 

REFERENSI
Budiasa, I. W. (2010). Peran Ganda Subak untuk Pertanian Berkelanjutan di Provinsi Bali. Jurnal AGRISEP. 9(2): 153-165.

Sari, R. S., dkk. (2022). Panduan Fieldtrip 2022 Pertanian Berlanjut.Universitas Brawijaya.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url